Wednesday, February 22, 2012

Daripada Melawan, Alangkah Baiknya Menyesuaikan

Semarang itu “stuck”! Semarang itu “gak berkembang”! Semarang itu “ngene2 wae”!

Hampir seluruh “cah semarang” dari latar belakang berbeda yang berkumpul dan berdiskusi terkait keberlanjutan dari gerakanSemarang Obah atau yg biasa dikenal melalui tagar di twitter #SMGobah memiliki pandangan yang sama atas kota yang berjuluk kota ATLAS ini. Bermacam komunitas dan profesi mulai dari komunitas musik, komunitas online dan organisasi independen, berkumpul menjadi satu di Buket Koffee Jazz di bilangan Tembalang, Semarang, bersama-sama membulatkan tekad untuk berkontribusi pada kota Se Kota Semarang yang masih menghadapi problematika krisis identitas, menjadikan masyarakatnya apatis, bahkan cenderung tidak bangga menjadi seorang penduduk Semarang.

“Kota Semarang itu sejak pendiriannya telah di set sebagai kota niaga, mana ada orang asli Semarang, semuanya pendatang yang mengadu nasib di kota ini”, ujar Mas Gatot, aktivis penggiat musik Jazz kota Semarang. “Itulah akhirnya yang membuat budaya bahkan kuliner yang ada di kota ini itu merupakan bentuk akulturasi dari berbagai budaya”, sambung pria yang memiliki nama lengkap Gatot Hendraputra ini. Menjadi sebuah kota yang dilatarbelakangi motif niaga menjadikan masyarakat yang ada memiliki sikap segala aktivitas yang mereka lakukan atau mereka dukung haruslah memiliki keuntungan yang kembali kepada pribadi mereka masing-masing. Untungnya buat saya itu apa? Itulah salah satu sikap yang dimiliki oleh masyarakat dari kota niaga, yang umumnya berada di kawasan pesisir. Lain halnya dengan kota-kota di kawasan tengah yang berlatar agraris dengan konsep “mangan ora mangan penting kumpul” nya, mereka secara solidaritas kebudayaan lebih kuat.

Melawan kultur yang telah mengakar itu bukan perkara mudah. Mustahil bisa merubah sesuatu yang telah menjadi cirri khas/ watak. Maka dari itu melalui gerakan #SMGobah, diharapkan kultur yang memang selalu sibuk dengan urusannya masing-masing ini, yang kini implementasinya adalah bermunculannya beragam komunitas, hendaknya didasari oleh keinginan untuk mengangkat potensi yang dimiliki oleh Semarang. Saling mendukung dan meramaikan satu sama yang lain, merupakan suatu wujud nyata yang sederhana untuk membuat kota ini lebih berwarna. Namun, menurut Mas Yudi, salah satu penggiat komunitas online di kota Semarang, untuk melangkah diperlukan sebuah upaya yang simple namun terkadang berat sesuai dengan pernyataan, “diperlukan sebuah kerendahan hati, dan menyingkirkan prasangka-prasangka buruk yang ada”. Selamat melangkah dan bersinergi para pemuda!

4 comments:

Adin Hysteria said...

eh itu pointnya cumak itu masee? kalo ak denger rekaman pembicaraannya banyak banget loh..point-point itu bisaah ditambahkan mase? supaya menjadi analisis bersama dan tidak hanya jadi obrolan lalu karena tidak ditulis?gimana? nah dari poin itu kita bisa saling memberikan pengayaan wacana satu sama lain. misalnya dalam posting ini aku nangkap satu poin, bahwa semarang kota niaga dan pola pikir pragamatis..tetapi jangan lupa karena kota pesisir harusnya punya ikli keterbukaan yang lebih kalo kita mengacu pada riset para antropolog. nah kenapa keterbukaan itu tidak memudahkan kita untuk menerima hal yang baru, termasuk ide-ide baru? aku tetap percaya di tengah gegap gempita pesta dan gerakan tetap harus didukung oleh wacana kritis dan kuat, itulah yang membentuk, misalnya gerakan dada dan surealis kuat, karena tulisn di ranah wacana maka secara pribadi apa yang bisa bantu untuk meenyumbang gagasan :) soal praktik ya idealnya seiring sejalan tapi ya semampunya dan sesuai kapasitas hehe

Yogi Fajri said...

Ada banyak mas adin, njih njih nanti saia nyicil mas mostingnya, suwun njih :)

Gatot Hendraputra said...

Tekkeee aku digowo-gowo.. Saya ndak tau apa-apa pak! Ampuuuunnn...!! :p

Yogi Fajri said...

Hasyahh wes mulai mas e merendaah, wani share wani ditulis to ya :D